Recent news

Rabu, 26 Juni 2013

Ini Sebuah Kebutuhan, Bukan Sebuah Keterpaksaan.

Mungkin sebagian dari kita, bertanya-tanya. Mengapa kita berada di jalan ini? Jalan ini bukanlah jalan yang ditaburi bunga-bunga harum, bukan jalan yang mudah ditempuh. Namun, jalan ini adalah jalan yang penuh onak dan duri. Jalan yang tidak semua orang bisa menikmatinya dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keistiqamahan.
Bukankah kita sepatutnya iri, melihat mereka yang menghabiskan masa mudanya untuk bersenang-senang, tanpa perlu memikirkan suatu hal yang mungkin hanya memberatkan pikiran saja. Tak perlu menghadiri SYUTING* untuk membahas masalah tertentu, tak perlu menghadiri kajian yang terasa menjenuhkan, tak perlu mengingatkan orang lain untuk terus berbuat baik.
Apakah keberadaan kita di jalan ini, hanyalah sebagai bentuk sebuah keterpaksaan, ikut-ikutan, tanpa mengetahui orientasi sesungguhnya kita berada di jalan ini. Atau jangan-jangan ki dari penampilan kita mendukung mengenai eksistensi keberadaan di jalan ini, namun hati kecil kita menolaknya karena belum siap menerima.
Teringat pada sebuah buku kecil, namun manfaatnya sungguh luar biasa.”Beginilah Jalan Dakwah Mengajarkan Kami”

“Sesungguhnya keberadaan kami di jalan ini adalah kebutuhan kami sendiri. Rasa kebutuhan yang begitu mendalam. Bahkan lebih dari sekedar kebutuhan, karena kami melangkah di jalan ini dengan penuh rasa syukur atas hidayahNYA kepada kami.



Sentuhan ukhuwah,  amal jama’i,  tsiqoh,  ikhlas, betapa bermaknanya jalan dakwah.. Itulah yang sarat terasa ketika saya membaca buku Beginilah Jalan Dakwah Mengajarkan Kami.

Dimulai dari pertanyaan ‘Mengapa berada di jalan dakwah?’. Subbab buku yang membuat saya berpikir ulang, membuat niat saya terbarui, membuka lagi tabir hikmah untuk saya syukuri, dan memperteguh tekad untuk tetap berada di jalan dakwah ini.

“Jalan Dakwah mengajarkan bahwa kami memang membutuhkan dakwah. Kebersamaan dengan saudara-saudara di jalan ini semakin menegaskan bahwa kami harus hidup bersama mereka di jalan ini agar berhasil dalam hidup di dunia dan di akhirat.”

Sebagaimana sabda Rasululllah SAW, “Sesungguhnya Allah, para malaikat, semut yang ada di dalam lubangnya, bahka ikan yang ada di lautan akan berdo’a untuk orang yang mnegajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. Tirmidzi)
buku ini pun membuat saya terbang merasakan keindahan beramal jama’i dan berukhuwah…

Realitas yang kami lihat sendiri bahwa manusia cenderung akan menjadi lemah ketika bekerja seorang diri. Sebaliknya akan menjadi kuat dan berdaya ketika ia besama-sama dengan yang lain. Ada juga realitas lainnya, bahwa siapapun yang berusaha mewujudkan sesuatu, meskipun mereka telah ikhlas dalam melakukannya, tetapi tidak akan banyak memberi pengaruh untuk mewujudkan kondisi yang diinginkan jika ia melakukannya sendirian. Kesendiriannya itu menyebabkan upaya yang mereka lakukan menjadi lemah dan minim efeknya.
Bekerja untuk Islam mutlak memerlukan sebuah organisasi, perlu adanya pimpinan yang bertanggung jawab, membutuhkan adanya pasukan dan anggota yang taat, harus memiliki peraturan mendasar yang mengikat dan menata hubungan antara pimpinan dan anggota, harus ada yang membatasi tangung jawab dan kewajiban, menjelaskan tujuan dan sarana serta semua yang diperlukan oleh suatu aktifitas dakwah dalam merealisasikan tujuannya. Dalam kebersamaan itulah kami menempuh jalan dakwah ini.
Juga prinsip tsiqoh yang sangat kental dalam buku ini
Hendaknya suatu perjalanan dipimpin oleh orang yang paling baik akhlaknya, paling lembut dengan teman-temannya, paling mudah terketuk hatinya dan paling mungkin dimintakan persetujuannya untuk urusan penting. Seorang pemimpin dibutuhkan karena pandangannya yang beragam untuk menentukan arah perjalanan dan kemaslahatan perjalanan. Tidak ada keteraturan tanpa kesatuan pengaturan. ”Alam ini menjadi teratur karena pengatur alam semesta ini adalah satu.” (Ihya Ulumiddin, 2/202)
Kami telah mempercayai para pemimpin itu sebagai pemandu perjalanan kami. Maka, setelah proses syuro berlangsung, apapun keputusannya, itulah yang akan kami pegang untuk dijalankan. Kami yakin, keputusan syuro itu tidak pernah keliru. Dan keputusan itu bersifat Multazam (Mengikat).
Meskipun mungkin saja akibat pelaksanaan satu keputusan syuro memunculkan situasi yang tidak maslahat. Tapi sebuah keputusan yang dilandasi dengan syuro tidak pernah salah. Itulah yang juga disampaikan kepada kami oleh Ustadz Sa’id Hawa rahimahullah, bahwa hasil syuro tidak pernah salah. Karena mekanisme itulah yang dijabarkan oleh Islam untuk menentukan langkah yang dianggap paling benar. Jika pada akhirnya, keputusan itu ternyata tidak memberikan kesudahan seperti yang diharapkan, maka proses syuro kembali yang akan menindaklanjuti kekeliruan itu.
Buku ini membuat saya paham tentang prinsip syuro, prinsip tsiqoh, dan juga amal jama’i. Ada pun tentang keikhlasan dalam menerima amanah-amanah dakwah, juga saya dapatkan di buku ini..
Kebersamaan kami di jalan ini adalah karena kehendak kami untuk ambil bagian dalam bangunan besar ini. Maka, sebagaimana proses membangun sebuah bangunan pada umumnya, tukang batu pasti akan memilah-milah batu bata mana yang akan ia tempatkan pada bangunannya. Tak semua batu bata diletakkan pada posisi yang tinggi, dan tidak juga harus semuanya ada di bawah. Bahkan terkadang si tukang batu, akan memotong batu bata tertentu jika dibutuhkan untuk menutup posisi batu bata yang masih kosong guna melengkapi bangunannya.
Juga tentang ukhuwah dan hal-hal yang dapat memperkuatnya…
Pertemuan kami dengan mereka, ternyata membawa pengaruh ruhaniyah yang begitu hebat. Kami bisa merasakan suplai energi ruhiyah yang besar saat kami bertemu dan berinteraksi dengan mereka. Kami merasakan adanya suasana batin yang baru, yang mendorong dan memotivasi kami untuk lebih banyak melakukan amal-amal shalih. Perasaan itu, bahkan muncul tanpa mereka harus memberikan nasihat dan tausiyahnya untuk kami. Karena kami sudah biasa merasakan pengaruh aura keshalihan itu, sejak kami melihat, mendengar suara mereka. Sebagaimana Yunus bin Ubaid mengakui kenikmatan besar ketika melihat Al Hasan Al Bashri rahimahulullah. Ia mengatakan, “Seseorang bila melihat kepada Al Hasan Al Bashri, akan menerima manfaat dari dirinya, meski orang itu tidak melihat Al Hasan Al Bashri beramal dan tidak melihat ia mengeluarkan ucapan apapun.” (Risalah Al Mustarsyidin, Abi Abdillah Al Haris Al Muhasibi, Hal.60).

Jalan dakwah membawa kami tiba di sebuah komunitas do’a. Perkumpulan orang-orang beriman yang saling mendo’akan. Di mana kami mendo’akan saudara-saudara kami. Kemudian saudara-saudara kami pun mendo’akan kami. Inilah persekutuan do’a yang luar biasa, karena kami semua memerlukan do’a dari siapapun, terlebih orang-orang beriman dan shalihin. Kami yakin dengan firman Allah swt, “Dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang saleh dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya.” (QS Asy Syu’ara : 26).

Dan di akhir, ada beberapa penguat azzam yang menambah keyakinan bahwa saya tidak akan pernah berhenti dari jalan ini!

Jika olahragawan bisa mengalami masa pensiun karena usianya yang renta dan kekuatan fisiknya yang melemah. Jika seorang pegawai akhirnya menemui saat pensiun karena usianya telah melewati batas ketentuan umum kepegawaian. Jika seorang artis harus meninggalkan pentas karena keterampilan dan keindahan aktingnya telah digerogoti usianya. Tapi para juru dakwah, tidak mengenal kamus pensiun dan berhenti dari panggung dakwahnya. Kami dan saudara kami di jalan ini tidak mengetahui ada kondisi yang mengharuskan kami mundur dari gelanggang dakwah karena faktor usia, kemampuan fisik yang menurun, pikiran yang sulit difungsikan secara maksimal, atau bahkan karena kondisi eksternal yang memaksa kami untuk mundur. Singkatnya, kondisi apapun tidak akan menyebabkan kami ‘uzlah atau pergi meninggalkan jalan ini.
Perjalanan ini Tidak Boleh Terhenti. Setelah kesulitan melakukan amar ma’ruf dan nahyul mungkar. Setelah menumpahkan segenap upaya, kesabaran dan lipatan kesabaran. Kami harus tetap bertahan dan meneruskan perjalanan ini. Kami tidak boleh tergelincir akibat orang-orang yang tergelincir dari jalan ini. Kami tidak boleh tertipu dengan kekuatan kebatilan, karena kebenaran akan tetap eksis. Jalan ini menunjukkan fakta kepada kami, bahwa perjalanan bersama kebatilan hanya bergulir satu masa. Sementara perjalanan bersama kebenaran itu akan berlangsung hingga akhir masa.
“Tidakkah kalian perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik. Akarnya teguh, dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS Ibrahim :25)

Jadi Jika sampai saat ini kita masih merasa penuh sesak, letih, ingin mundur dari jalan ini karena beberapa hal. Pikirkanlah! Karena sepatutnya lah kita bersyukur menjadi “pioneer” di jalan ini. Mengingat akan begitu banyak rintangan dan hambatan yang akan kita temui, tidak bisa merasakan hasil perjuangan secara langsung. Karena bagaimanapun kita menyeru pada kebaikan. Semuanya kita kembalikan pada sang pemilik hidayah. HidayahNya akan diturunkan pada hamba-hambaNYA yang membuka diri, pada mereka yang mencari, bukan mereka yang menunggu.
Di jalan ini pula kita akan bertemu dengan berbagai macam karakter penempuh perjalanan, untuk itulah kita dituntut untuk menjunjung tinggi rasa toleran di antara sesama. Jangan mudah terpecah belah karena hal-hal yang tak perlu diperdebatkan. Lihatlah kebaikan, dan kelebihan mereka. .Jadikanlah mereka sebagai sumber motivasi untuk terus meningkatkan kinerja penempuh perjalanan. Contohlah Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya yang masing-masing mereka memiliki kelebihan satu sama lain. Mereka saling melengkapi tanpa perlu membanding-bandingkan satu sama lain. Karena setiap manusia memiliki cara dan kelebihannya tersendiri untuk tetap bertahan di jalan ini.
Seseorang bertanya.
“Kenapa perjuangan itu pahit?”
“Karena Surga itu manis….....”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar