Mungkin sebagian dari kita, bertanya-tanya. Mengapa kita berada di jalan
ini? Jalan ini bukanlah jalan yang ditaburi bunga-bunga harum, bukan jalan yang
mudah ditempuh. Namun, jalan ini adalah jalan yang penuh onak dan duri. Jalan
yang tidak semua orang bisa menikmatinya dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan
keistiqamahan.
Bukankah kita sepatutnya iri, melihat mereka yang menghabiskan masa mudanya
untuk bersenang-senang, tanpa perlu memikirkan suatu hal yang mungkin hanya
memberatkan pikiran saja. Tak perlu menghadiri SYUTING* untuk membahas masalah
tertentu, tak perlu menghadiri kajian yang terasa menjenuhkan, tak perlu
mengingatkan orang lain untuk terus berbuat baik.
Apakah keberadaan kita di jalan ini, hanyalah sebagai bentuk sebuah
keterpaksaan, ikut-ikutan, tanpa mengetahui orientasi sesungguhnya kita berada
di jalan ini. Atau jangan-jangan ki dari penampilan kita mendukung mengenai
eksistensi keberadaan di jalan ini, namun hati kecil kita menolaknya karena
belum siap menerima.
Teringat pada sebuah buku kecil, namun manfaatnya
sungguh luar biasa.”Beginilah Jalan Dakwah Mengajarkan Kami”
“Sesungguhnya keberadaan kami di jalan ini adalah kebutuhan kami sendiri. Rasa kebutuhan yang begitu mendalam. Bahkan lebih dari sekedar kebutuhan, karena kami melangkah di jalan ini dengan penuh rasa syukur atas hidayahNYA kepada kami.
Sentuhan ukhuwah, amal jama’i, tsiqoh, ikhlas, betapa bermaknanya jalan dakwah.. Itulah yang sarat terasa ketika saya membaca buku Beginilah Jalan Dakwah Mengajarkan Kami.
“Sesungguhnya keberadaan kami di jalan ini adalah kebutuhan kami sendiri. Rasa kebutuhan yang begitu mendalam. Bahkan lebih dari sekedar kebutuhan, karena kami melangkah di jalan ini dengan penuh rasa syukur atas hidayahNYA kepada kami.
Sentuhan ukhuwah, amal jama’i, tsiqoh, ikhlas, betapa bermaknanya jalan dakwah.. Itulah yang sarat terasa ketika saya membaca buku Beginilah Jalan Dakwah Mengajarkan Kami.
Dimulai
dari pertanyaan ‘Mengapa berada di jalan dakwah?’. Subbab buku yang membuat
saya berpikir ulang, membuat niat saya terbarui, membuka lagi tabir hikmah
untuk saya syukuri, dan memperteguh tekad untuk tetap berada di jalan dakwah
ini.
“Jalan Dakwah mengajarkan bahwa
kami memang membutuhkan dakwah. Kebersamaan dengan saudara-saudara di jalan ini
semakin menegaskan bahwa kami harus hidup bersama mereka di jalan ini agar
berhasil dalam hidup di dunia dan di akhirat.”
Sebagaimana sabda Rasululllah
SAW, “Sesungguhnya Allah, para malaikat, semut yang ada di dalam lubangnya,
bahka ikan yang ada di lautan akan berdo’a untuk orang yang mnegajarkan
kebaikan kepada manusia.” (HR.
Tirmidzi)
buku ini
pun membuat saya terbang merasakan keindahan beramal jama’i dan berukhuwah…
Realitas
yang kami lihat sendiri bahwa manusia cenderung akan menjadi lemah ketika
bekerja seorang diri. Sebaliknya akan menjadi kuat dan berdaya ketika ia
besama-sama dengan yang lain. Ada juga realitas lainnya, bahwa siapapun yang
berusaha mewujudkan sesuatu, meskipun mereka telah ikhlas dalam melakukannya,
tetapi tidak akan banyak memberi pengaruh untuk mewujudkan kondisi yang
diinginkan jika ia melakukannya sendirian. Kesendiriannya itu menyebabkan upaya
yang mereka lakukan menjadi lemah dan minim efeknya.
Bekerja
untuk Islam mutlak memerlukan sebuah organisasi, perlu adanya pimpinan yang
bertanggung jawab, membutuhkan adanya pasukan dan anggota yang taat, harus
memiliki peraturan mendasar yang mengikat dan menata hubungan antara pimpinan
dan anggota, harus ada yang membatasi tangung jawab dan kewajiban, menjelaskan
tujuan dan sarana serta semua yang diperlukan oleh suatu aktifitas dakwah dalam
merealisasikan tujuannya. Dalam kebersamaan itulah kami menempuh jalan dakwah
ini.
Juga prinsip tsiqoh yang sangat kental dalam
buku ini
Hendaknya
suatu perjalanan dipimpin oleh orang yang paling baik akhlaknya, paling lembut
dengan teman-temannya, paling mudah terketuk hatinya dan paling mungkin
dimintakan persetujuannya untuk urusan penting. Seorang pemimpin dibutuhkan
karena pandangannya yang beragam untuk menentukan arah perjalanan dan
kemaslahatan perjalanan. Tidak ada keteraturan tanpa kesatuan pengaturan. ”Alam ini menjadi teratur karena pengatur
alam semesta ini adalah satu.” (Ihya Ulumiddin, 2/202)
Kami
telah mempercayai para pemimpin itu sebagai pemandu perjalanan kami. Maka,
setelah proses syuro berlangsung, apapun keputusannya, itulah yang akan kami
pegang untuk dijalankan. Kami yakin, keputusan syuro itu tidak pernah keliru.
Dan keputusan itu bersifat Multazam (Mengikat).
Meskipun
mungkin saja akibat pelaksanaan satu keputusan syuro memunculkan situasi yang
tidak maslahat. Tapi sebuah keputusan yang dilandasi dengan syuro tidak pernah
salah. Itulah yang juga disampaikan kepada kami oleh Ustadz Sa’id Hawa
rahimahullah, bahwa hasil syuro tidak pernah salah. Karena mekanisme itulah
yang dijabarkan oleh Islam untuk menentukan langkah yang dianggap paling benar.
Jika pada akhirnya, keputusan itu ternyata tidak memberikan kesudahan seperti yang
diharapkan, maka proses syuro kembali yang akan menindaklanjuti kekeliruan itu.
Buku ini
membuat saya paham tentang prinsip syuro, prinsip tsiqoh, dan juga amal jama’i.
Ada pun tentang keikhlasan dalam menerima amanah-amanah dakwah, juga saya
dapatkan di buku ini..
Kebersamaan
kami di jalan ini adalah karena kehendak kami untuk ambil bagian dalam bangunan
besar ini. Maka, sebagaimana proses membangun sebuah bangunan pada umumnya,
tukang batu pasti akan memilah-milah batu bata mana yang akan ia tempatkan pada
bangunannya. Tak semua batu bata diletakkan pada posisi yang tinggi, dan tidak
juga harus semuanya ada di bawah. Bahkan terkadang si tukang batu, akan
memotong batu bata tertentu jika dibutuhkan untuk menutup posisi batu bata yang
masih kosong guna melengkapi bangunannya.
Juga
tentang ukhuwah dan hal-hal yang dapat memperkuatnya…
Pertemuan
kami dengan mereka, ternyata membawa pengaruh ruhaniyah yang begitu hebat. Kami
bisa merasakan suplai energi ruhiyah yang besar saat kami bertemu dan
berinteraksi dengan mereka. Kami merasakan adanya suasana batin yang baru, yang
mendorong dan memotivasi kami untuk lebih banyak melakukan amal-amal shalih.
Perasaan itu, bahkan muncul tanpa mereka harus memberikan nasihat dan
tausiyahnya untuk kami. Karena kami sudah biasa merasakan pengaruh aura
keshalihan itu, sejak kami melihat, mendengar suara mereka. Sebagaimana Yunus
bin Ubaid mengakui kenikmatan besar ketika melihat Al Hasan Al Bashri
rahimahulullah. Ia mengatakan, “Seseorang bila melihat kepada Al Hasan Al
Bashri, akan menerima manfaat dari dirinya, meski orang itu tidak melihat Al
Hasan Al Bashri beramal dan tidak melihat ia mengeluarkan ucapan apapun.”
(Risalah Al Mustarsyidin, Abi Abdillah Al Haris Al Muhasibi, Hal.60).
Jalan
dakwah membawa kami tiba di sebuah komunitas do’a. Perkumpulan orang-orang
beriman yang saling mendo’akan. Di mana kami mendo’akan saudara-saudara kami.
Kemudian saudara-saudara kami pun mendo’akan kami. Inilah persekutuan do’a yang
luar biasa, karena kami semua memerlukan do’a dari siapapun, terlebih
orang-orang beriman dan shalihin. Kami yakin dengan firman Allah swt, “Dan Dia
memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang saleh
dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya.” (QS Asy Syu’ara : 26).
Dan di
akhir, ada beberapa penguat azzam yang menambah keyakinan bahwa saya tidak akan
pernah berhenti dari jalan ini!
Jika
olahragawan bisa mengalami masa pensiun karena usianya yang renta dan kekuatan
fisiknya yang melemah. Jika seorang pegawai akhirnya menemui saat pensiun
karena usianya telah melewati batas ketentuan umum kepegawaian. Jika seorang
artis harus meninggalkan pentas karena keterampilan dan keindahan aktingnya
telah digerogoti usianya. Tapi para juru dakwah, tidak mengenal kamus pensiun
dan berhenti dari panggung dakwahnya. Kami dan saudara kami di jalan ini tidak
mengetahui ada kondisi yang mengharuskan kami mundur dari gelanggang dakwah
karena faktor usia, kemampuan fisik yang menurun, pikiran yang sulit
difungsikan secara maksimal, atau bahkan karena kondisi eksternal yang memaksa
kami untuk mundur. Singkatnya, kondisi apapun tidak akan menyebabkan kami
‘uzlah atau pergi meninggalkan jalan ini.
Perjalanan
ini Tidak Boleh Terhenti. Setelah kesulitan melakukan amar ma’ruf dan nahyul
mungkar. Setelah menumpahkan segenap upaya, kesabaran dan lipatan kesabaran.
Kami harus tetap bertahan dan meneruskan perjalanan ini. Kami tidak boleh
tergelincir akibat orang-orang yang tergelincir dari jalan ini. Kami tidak
boleh tertipu dengan kekuatan kebatilan, karena kebenaran akan tetap eksis.
Jalan ini menunjukkan fakta kepada kami, bahwa perjalanan bersama kebatilan
hanya bergulir satu masa. Sementara perjalanan bersama kebenaran itu akan
berlangsung hingga akhir masa.
“Tidakkah
kalian perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik. Akarnya teguh, dan cabangnya (menjulang) ke langit.
Pohon itu memberikan buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS
Ibrahim :25)
Jadi Jika sampai saat ini kita masih merasa
penuh sesak, letih, ingin mundur dari jalan ini karena beberapa hal.
Pikirkanlah! Karena sepatutnya lah kita bersyukur menjadi “pioneer” di jalan
ini. Mengingat akan begitu banyak rintangan dan hambatan yang akan kita temui,
tidak bisa merasakan hasil perjuangan secara langsung. Karena bagaimanapun kita
menyeru pada kebaikan. Semuanya kita kembalikan pada sang pemilik hidayah.
HidayahNya akan diturunkan pada hamba-hambaNYA yang membuka diri, pada mereka
yang mencari, bukan mereka yang menunggu.
Di jalan ini pula kita akan bertemu dengan berbagai macam karakter penempuh
perjalanan, untuk itulah kita dituntut untuk menjunjung tinggi rasa toleran di
antara sesama. Jangan mudah terpecah belah karena hal-hal yang tak perlu
diperdebatkan. Lihatlah kebaikan, dan kelebihan mereka. .Jadikanlah mereka
sebagai sumber motivasi untuk terus meningkatkan kinerja penempuh perjalanan.
Contohlah Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya yang masing-masing mereka
memiliki kelebihan satu sama lain. Mereka saling melengkapi tanpa perlu
membanding-bandingkan satu sama lain. Karena setiap manusia memiliki cara dan
kelebihannya tersendiri untuk tetap bertahan di jalan ini.
Seseorang bertanya.
“Kenapa perjuangan itu pahit?”
“Karena Surga itu manis….....”
“Kenapa perjuangan itu pahit?”
“Karena Surga itu manis….....”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar